Jumat, 30 April 2021

Dilema Vaksin dan Efeknya

Ketika ditanya apakah vaksin itu aman, pakar kesehatan WHO menyebut;

Vaksinasi aman dan efek samping dari vaksin biasanya kecil dan sementara, seperti lengan yang sakit atau demam ringan. Efek samping yang lebih serius mungkin terjadi, tetapi sangat jarang.

Setiap vaksin berlisensi diuji secara ketat di berbagai fase uji coba sebelum disetujui untuk digunakan, dan secara teratur dinilai kembali setelah diperkenalkan. Ilmuwan juga secara konstan memantau informasi dari beberapa sumber untuk setiap tanda bahwa vaksin dapat menyebabkan risiko kesehatan.

Ingat, Anda jauh lebih mungkin terluka parah oleh penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin daripada oleh vaksin. Misalnya, tetanus dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, kejang otot (rahang terkunci) dan pembekuan darah, campak dapat menyebabkan ensefalitis (infeksi otak) dan kebutaan. Banyak penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin bahkan dapat mengakibatkan kematian. Manfaat vaksinasi jauh lebih besar daripada risikonya, dan lebih banyak penyakit dan kematian akan terjadi tanpa vaksin. 

Kesimpulan:  selalu ada korban dalam ujicoba sebuah pruduk/hasil penelitian, hal ini tidak jauh beda dengan sistem komputer yang mengalami masalah setelah diinstalkan antivirus :)  

Ketika ditanya apakah ada efek samping dari vaksin, pakar kesehatan WHO menyebut;

Seperti obat apa pun, vaksin dapat menyebabkan efek samping ringan, seperti demam ringan, atau nyeri atau kemerahan di tempat suntikan. Reaksi ringan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari. 

Efek samping yang parah atau bertahan lama sangat jarang terjadi. Vaksin terus dipantau untuk keamanan, untuk mendeteksi efek samping yang jarang terjadi.

Kesimpulan:  pemantauan penerapan hasil ujicoba sebuah pruduk/hasil penelitian, haruslah menuntut kepedulian keduabelah pihak, baik dokter yang bertanggungjawab, maupun sang pasien senidri :)  

Ketika ditanya bisakah seorang anak diberikan lebih dari satu vaksin sekaligus, pakar kesehatan WHO menyebut;

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pemberian beberapa vaksin secara bersamaan tidak berdampak negatif. Anak-anak terpapar beberapa ratus zat asing yang memicu respons kekebalan setiap hari. Tindakan sederhana makan makanan memasukkan kuman baru ke dalam tubuh, dan banyak bakteri hidup di mulut dan hidung.

Ketika vaksinasi gabungan dimungkinkan (misalnya untuk difteri, pertusis dan tetanus), ini berarti lebih sedikit suntikan dan mengurangi ketidaknyamanan bagi anak. Ini juga berarti bahwa anak Anda mendapatkan vaksin yang tepat pada waktu yang tepat, untuk menghindari risiko tertular penyakit yang berpotensi mematikan.

Kesimpulan:  penggabungan penerapan beberapa hasil ujicoba vaksin pruduk/hasil penelitian, menuntut kepedulian orangtua dan dokter yang bertanggungjawab, karena anak tidak pernah menyadari efek, terutama pada usianya :)

Ketika ditanya apakah ada hubungan antara vaksin dan autisme, pakar kesehatan WHO menyebut;

Tidak ada bukti adanya hubungan antara vaksin dan autisme atau gangguan autistik. Ini telah dibuktikan dalam banyak penelitian, yang dilakukan pada populasi yang sangat besar.

Studi tahun 1998 yang mengangkat keprihatinan tentang kemungkinan hubungan antara vaksin campak-gondok-rubella (MMR) dan autisme kemudian ditemukan cacat serius dan penipuan. Makalah tersebut kemudian ditarik kembali oleh jurnal yang menerbitkannya, dan dokter yang menerbitkannya kehilangan lisensi medisnya. Sayangnya, publikasi tersebut menimbulkan ketakutan yang menyebabkan penurunan tingkat imunisasi di beberapa negara, dan wabah penyakit ini selanjutnya.

Kita semua harus memastikan bahwa kita mengambil langkah untuk hanya membagikan informasi ilmiah yang kredibel tentang vaksin, dan penyakit yang dicegahnya.

Karena setiap vaksin memiliki karakteristiknya sendiri