Senin, 05 Mei 2008

Pentingnya pengukuran UN dengan bijaksana

Standarisasi Pendidikan sangat diperlukan untuk mempermudah pemerintah atau yang berkepentingan untuk mengetahui bagaimana kualitas pendidikan. Namun memfonis siswa-siswi tidak dapat diluluskan hanya dengan potret tiga hari waktu ujian walaupun telah belajar dengan sungguh-sungguh selama kurun waktu tiga tahun, adalah merupakan satu keputusan yang sangat tidak bijak walau dilakukan oleh pemerintah yang sah sekalipun.
Potret kualitas sekolah dan kualitas siswa tidak dapat disamaratakan diseluruh negeri jika kondisi sekolah termasuk fasilitas yang dimiliki serta dukungan orangtua siswa, ternyata tidak bisa sama. Bagaimana kita bisa mengukur dan memotret pada suatu sasaran yang kondisi dan kemampuannya tidak sama. Yang dapat dilakukan adalah memotret kondisi sekolah maupun siswa secara nasional untuk mengetahui seberapa baikkah tingkat pendidikan yang telah dilaksanakan pemerintah, namun soal kelulusan seorang siswa tentunya harus didapatkan fonisnya dari para guru dan manajemen yang ada di sekolah masing-masing.

Jika pemerintah memaksakan kehendak dengan menyatakan seorang siswa tidak dapat diluluskan jika tidak lulus ujian nasional walaupun kualitas sehariannya bagus menurut ulangan maupun pantauan seharian dari guru disekolahnya, maka pemerintah sekaligus lingkungan luar akan menyaksikan berbagai penyimpangan yang dilakukan baik oleh para personil pendidikan dinas ataupun oleh para guru yang tidak ingin anak-anak terbaiknya dinyatakan tidak lulus oleh pemerintah yang hanya melihat dari kejauhan. Dan sebagai hukuman dari pemerintah atau aparat kepada para guru atau pejabat pendidikan setempat yang melanggar adalah dengan menangkap para pelanggar tersebut dengan cara digerebeg oleh para aparat (Densus 88) seperti layaknya seorang teroris. Hah..... sungguh mencengangkan hukuman dari para guru pelanggar aturan ujian nasional yang disamakan dengan seorang teroris.

Seharusnya pemerintah daerah maupun pusat, melihat permasalahan ini dengan lebih bijak, karena kesalahan sebuah sistem yang dibuat oleh penguasa, tidak dapat dijadikan alasan untuk menghukum para palanggar yang melihat sebuah sistem tersebut memiliki kecacatan atau tidak aplikatif untuk seluruh penjuru negeri yang pernah menjadi guru bagi para calon guru di negeri jiran ini.
Kalau pemerintah mau membuat suatu sistem yang dapat diukur secara nasional, maka pemerintah harus menyiapkan sarana dan prasarana disekolah menjadi sama termasuk jumlah dan kualitas para guru di sekolah yang tersebar diseluruh negeri. Apakah pemerintah sudah mampu melaksanakan kesetaraan fasilitas dan SDM diseluruh sekolah yang akan kita vonis setiap tahunnya??? Belum lagi tuntutan ekonomi yang sulit juga menuntut biaya pendidikan juga harus dibuat semurah mungkin???

Mari kita lihat lembaga pendidikan swasta ataupun franchise yang menawarkan pendidikan berkualitas dengan biaya mahal, yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang berduit atau orang yang baru berduit hasil pola demokrasi yang dapat membuat orang mendadak kayaraya, karena gaji para wakil rakyat yang selangit sampai melampaui gaji guru setahun dibandingkan dengan gaji guru/pendidik selama sebulan (pantas guru jadi cari sampingan, sampai tidak dapat konsen mengajar dikelas).

Semoga pemerintah melihat perihal pendidikan ini menjadi lebih obyektif, dan tidak hanya ingin mengukur keberhasilannya dalam memimpin pendidikan atau menjadi penentu kualitas pendidikan para generasi muda yang notabene adalah generasi muda yang perlu mengerti/mampu dalam menerapkan ilmunya, tidak hanya dapat memperoleh nilai baik tapi tidak mampu mengatasi permasalahan dilapangan.

Pak Menteri dan Pak Presiden, nilai 8 atau 9 itu bukan nilai yang dapat mewakili kualitas, karena banyak cara memperolehnya. Kalau mau benar-benar melihat siswa-siswi kita berkualitas tanyakan pada guru dan manajemen sekolah dan bapak Menteri dan bapak Presiden hanya memantau dinas-dinas di propinsi saja untuk melaksanakan pendidikan dengan sungguh-sungguh di sekolah yang ada di propinsinya masing-masing. Bapak-bapak jangan takut dianggap tidak berhasil jika ada siswa-siswi kita yang tidak lulus dengan maksimal. Laksanakan saja prosesnya. Sesungguhnya yang berharga itu adalah prosesnya bukan hasil akhirnya. Sebagaimana Qur'an menyebutkan bahwa "Kun fa Yakun" itu fa-nya adalah proses (bukan bim salabim, adakadabra) yang dilakukan oleh para penanggung jawab dan pelaksana. :) http://budi2k.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

... tuliskan komentar disini